LAZISMU NGANJUK MEMBANTU MERINGANKAN BEBAN MUSYAFIR

LAZISMU NGANJUK MEMBANTU MERINGANKAN BEBAN MUSYAFIR

Sulistyo Hadi Kurniawan, pemuda yang lahir di Surabaya pada 07 November 1983 ini berasal dari Kediri, lebih tepatnya di Desa Pare Lor, Kecamatan Kunjang, Kabupaten Kediri. Ia merupakan anak sulung dari ketiga bersaudara. Kedua adiknya yakni satu lelaki dan satu perempuan telah berumah tangga dan bekerja. Hubungan mereka tidak dekat, karena jarak. Sulistyo kini sedang kekurangan uang transportasi untuk perjalanan ke Surabaya. Tentunya hal ini membuatnya sedih. Tapi, usahanya untuk tetap mencari pekerjaan di Surabaya harus diwujudkan.  Rencananya ia akan melanjutkan perjalanan ke Surabaya untuk bekerja menjadi penjaga rumah. Hal ini karena pemuda tersebut ingin bangkit dari keterpurukannya dan ingin membuktikan pada bibi (kakak dari ibundanya) yang mengusirnya, bahwa ia bisa sukses. Selain itu, karena di usianya yang hampIr 35 tahun, ia ingin menjadi manusia yang lebih baik lagi. Bukan berarti jika ia sukses nanti, menjadi orang yang sombong. Hanya saja ingin menjadi orang yang berkualitas. Hal ini kami respons dengan senang hati. Perjuangan keras ibaratkan di jalanan banyak batu kerikil dan ia akan melewati batu kerikil tersebut, tak peduli rasa sakit menimpanya. Ia yakin pasti ada jalan keluar dan juga pasir halus. Nah, seperti itulah Sulistyo. Ia akan terus melangkah.

Sebelumnya Sulistyo pernah bekerja di sebuah pabrik kayu di Kriyan, Sidoarjo. Ayahanda dan Ibundanya sakit keras. Ayahnya telah dipanggil oleh Allah SWT. Tak berselang lama setelah ayahandanya meninggal, ia pulang karena khawatir terhadap kondisi Ibundanya yang parah. Sungguh malang nasibnya.  Ia memutuskan untuk keluar untuk merawat ibundanya di rumahnya yang beralamat di Dusun Pandan Sili, RT 002 RW 007, Desa Wonorejo, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Hatinya terkejut, tatkala mengetahui kabar bahwa ibundanya telah meninggal dua hari yang lalu. Sulistyo sangat sedih dan terpukul. Masalah besar kini menimpanya, tanpa belas kasihan, bibinya menyuruhnya untuk angkat kaki dari rumah orangtuanya. Ini dilakukan karena rumah orangtua Sulistyo dan bibinya sangat dekat, di samping rumah orangtuanya. Sebelumnya, rumah orangtuanya sempat terjadi pencurian oleh orang tak dikenal. Walaupun rumah tersebut sudah banyak kehilangan barang berharga, tetapi bibinya menjual rumah orangtuanya.

Ia memutuskan untuk mencari tempat tinggal, kemanapun ia melangkah. Setelah perjalanan, ia merasa lelah dan memutuskan untuk tidur di Musholla Baiturrahim selama hampir setahun. Kemudian, ia memutuskan untuk menjadi Marbot di Masjid Agung Baitul Mukminin. Selain itu, beliau juga bekerja membantu ibu Herawati yang memiliki sebuah toko peracangan yang beralamat di Jalan Arif Rahman.

Hari Kamis, 04 Juli 2019, Sulistyo kehabisan uang saku. Ia tak sengaja mengetahui lembaga sosial keagamaan karena disarankan oleh jama’ah Musholla Baiturrohim Berhentilah ia di LAZISMU Nganjuk untuk meminta uang perjalanan saja. Ia tiba di LAZISMU sekitar jam 09.30 WIB. Kami mempersilakan pemuda 35 tahun silam tersebut untuk makan. Setelahnya, kami memberikan uang senilai Rp. 150.000,00,- untuk uang saku perjalanan. (aw)